Kepemimpinan dan Kepengawasan Sekolah
Pengawas sekolah mempunyai jiwa pemimpin transformasional
Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN & RB Nomor 21 Tahun 2010 Pasal 5 disebutkan Tugas Pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan, penilaian, pelaksanaan bimbingan dan pelatihan profesional guru, melakukan evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
Tugas pokok pengawas sekolah secara umum terbagi menjadi dua hal yaitu pengawasan dan pembinaan. Oleh karenanya kedudukan pengawas sekolah sangat strategis di dalam memajukan pendidikan pada satuan pendidikan yang menjadi bagian wilayah pembinaannya.
Pengawas sekolah dalam melaksanakan tugasnya hendaknya dapat menempatkkan diri sebagai seorang pemimpin. Memimpin dalam pengembangan kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin pengembangan inovasi sekolah, partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Dinas Pendidikan yang bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah, partisipasi dalam program-program khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat.
Pengawas sekolah hendaknya mempunyai jiwa pemimpin transformasional yaitu pemimpin yang menginspirasi untuk menyampingkan kepentingan pribadinya demi kebaikan organisasi dan mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri para sekolah binaanya. Dimana kepemimpinan transformasional memiliki ciri-ciri, antara lain : visioner, pembelajar sepanjang hidup, mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai agen perubahan dan mendorong keberanian dan pengambilan risiko. Tindakan paling luas yang dilakukan pemimpin transformasional adalah mengubah kultur organisasi. Ini berarti bahwa nilai, sikap, dan bahkan atmosfer organisasi diubah. Perubahan paling umum adalah mengubah kultur dari kultur birokratis, kaku dan sedikit mengambil resiko menjadi kultur di mana orang bisa lebih bergerak dan tidak terlalu dibatasi oleh aturan dan regulasi.
Theory U
Otto Scharmer, Joseph Jaworski dan Peter Senge merupakan pakar system dan management yang membidani lahirnya teori U. Latar belakang munculnya teori U dipicu pemikiran mereka akan perlunya melakukan transformasi pada level individu sampai organisasi. Mereka paham bahwa pendekatan yang ada selama ini tidak menjawab tuntas perubahan yang diperlukan lingkungan yang berkembang sangat kompleks seperti saat ini. Teori U memberi jawaban bagi individu, organisasi maupun system sosial untuk mengatasi tantangan yang tadinya dirasa sulit untuk diatasi. Teori U dapat digunakan untuk melakukan perubahan mengakar dan mendorong inovasi. Adapun tahapan dalam teori U adalah : Seeing (from looking to seeing); Sensing (from hearing to listening); Presencing (from doing to being); Crystallizing (from thinking to creating) dan Co-creating (from creating to upscaling)
Untuk masuk kedalam tahapan pertama, melakukan pergeseran cara mendengar dan melihat. Dari proses ‘seeing’ kita bergeser menuju ke ‘sensing’. Dalam mode ini tanpa sadar mendengar dan melihat menggunakan kebiasaan lama ‘pemikiran’ dan ‘penglihatan’. Ini termasuk didalamnya adalah pemikiran spontan saat berhadapan dengan suatu masalah. Oleh karena itu tahapan pertama untuk memulai proses perubahan dalam suatu system perlu melatih penggunaan apa yang disebut ‘open mind’ atau keterbukaan pikiran. Proses masuk kedalam diri dan mengamati kesadaran diri sendiri akan membuka pikiran terhadap pemaknaan tentang apa yang terjadi disekitarnya.
Di tahapan kedua ini untuk merasakan dengan terlebih dulu meletakkan asumsi, penilaian, murni hanya merasakan, ketika melakukan proses ini masuk dalam kondisi yang disebut Open Heart. Harus terbuka untuk menerima dan menghayati apa saja yang selama ini dirasakan oleh anggota suatu sistem.
Terjadinya tahapan ketiga bukanlah proses yang otomatis namun merupakan upaya lanjutan dari tahapan kedua, yaitu menyatunya proses ‘merasakan’ dan ‘melihat’ serta ‘mendengarkan’ dari perspektif baru kedalam diri seorang pemimpin. Proses ‘being’ atau ‘menjadi diri’ inilah yang disebut Presence + Sensing atau Presencing. Selanjutnya dalam tahap Crystallizing dan Co-creating, dimana kepemimpinan transformasi dapat mengembangkan pemikiran visioner, seperti dalam pengembangan organisasi dan dalam mengatasi permasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara terstruktur, seperti dalam keadaan krisis. Dalam keadaan krisis diperlukan pemikiran “out of the box”, oleh karena pada umumnya sistem yang diciptakan dirancang untuk mengatur hal-hal yang rutin.
Dalam mengimplementasikan Teori U, pengawas sekolah yang mempunyai jiwa kepemimpinan transformasi lebih mengembangkan cara kerja kolaboratif ketimbang cara kerja hierarkis, dengan melalui pembelajaran individual maupun pembelajaran organisasi. Kerja kolaboratif akan memperoleh hasil yang sinergis, yaitu hasil yang lebih besar dari pada penjumlahan hasil kerja individu. Sedangkan cara kerja hierarkis terkadang harus melalui proses yang cukup panjang dan memakan waktu lama, dan kadang kala hanya untuk memenuhi kepentingan formal dan kurang memperhatikan pertanggung jawaban substansi dan rasional
Pengawas sekolah mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan tertentu dan sekaligus berfungsi sebagai mitra guru dan kepala sekolah, inovator, konselor, motivator, kolaborator, dan asesor. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan sekolah adalah dengan melakukan pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi).
Dengan strategisnya posisi pengawas sekolah maka kemampuan dalam melakukan pengawas dan pembinaan sekolah harus secara komprehensif. Pengawas sekolah yang mempunyai jiwa kepemimpinan transformasional dalam dunia pendidikan dapat membangun komitmen yang tinggi pada diri kepala sekolah dan guru untuk mendorong ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi bersama, pendistribusian wewenang, dan membangun kultur organisasi sekolah.
****
Sumber :
Materi Peningkatan Kompetensi Pengawas Sekolah oleh BPSDM Jawa Barat, Angkatan ke II
https://leksanath.wordpress.com/2018/01/30/proses-transformasi-menggunakan-pendekatan-u-theory/